Senin, 30 April 2012

Berdamai dan bertarung dengan masa lalu







Berbicara masa lalu, siapapun kita, dari manapun kita berasal, berpangkat apapun jabatan kita, dikenal bahkan tak jelas asal-usul kitapun pasti pernah memiliki masa lalu. Masa di mana kita menangis, tertawa, tersenyum, terduduk lesu, berteriak, kesal, marah, terharu, menjerit, dan semua ekspresi jiwa pernah singgah di dalam diri kita. Menjadi gumpalan-gumpalan kenangan yang bisa jadi merupakan kenangan yang tak pernah hilang dalam ingatan, terekam dalam memori paling dalam, yang akhirnya menyembul menjadi bongkahan peristiwa yang membuat nyeri  dalam hati, penyesalan luar biasa dalam jiwa, merutuki diri yang begitu bodoh dan kotor. Sebab pernah diri ini jatuh pada lubang kenistaan yang menyebabkan aib yang tak termaafkan.

Atau malah kenangan yang membuat kita menangis terharu, tersenyum bahagia, ketenangan batin yang tak tergambarkan dengan kata-kata, dan rentetan peristiwa yang menjadikan kita bersyukur tiap detik. Sebab belum lama kita diangkat menjadi karyawan tetap di perusahaan tempat kita bekerja atau kita dapat arisan bulanan yang memang sangat kita harapkan.

Sebagai seorang yang memang memiliki masa lalu, kadang, sikap seseorang berbeda dalam menyikapi masa lalu. Tak ikhlas akan peristiwa masa lalu dikarenakan trauma yang begitu membekas di dalam alam bawah pikiran kita atau mencoba menguatkan diri atas perisitwa kelam masa lalu dan bersabar atas kekhilafan diri sambil terus memperbaiki meskipun sulit, tertatih dan tak jarang jatuh lagi kemudian bangkit lagi.
Bagi sebagian orang, kata bijak berdamai dengan masa lalu merupakan cara efektif agar kita tidak terkurung dan selalu merasa bersalah atas perbuatan terkutuk kita. Mengubah pola pikir dengan meminimalisir perasaan sehingga kita dapat berpikir jernih lalu berjalan seolah-olah biasa saja. menganggap masa lalu merupakan pengalaman hidup yang berharga, lalu mencoba menatap masa depan lebih optimis. Menutupnya rapat-rapat. Dan tak perlu diingat-ingat kembali.

Tapi ada juga orang-orang yang dengan masa lalu yang pahit, harus berjuang lebih keras, lebih hebat, lebih bertenaga, lebih kuat. Sebab bagi mereka, masa lalu adalah tonjokkan yang sangat menohok dirinya. Masih harus terus berjuang untuk meninggalkan kenangan dan trauma yang tak bisa dan tak mudah ditanggalkan seperti layaknya menanggalkan pakaian kotor ke tempat cucian lalu dicuci dan bersih kembali. Bertarung dengan masa  lalu diibaratkan tapak-tapak luka yang masih berbekas. Tak jarang masalalu itu seperti bayangan dirinya. Yang bisa sewaktu-waktu datang dan membuat dirinya semakin terpuruk. Seseorang yang bertarung pada masa lalu, ia akan terus belajar memperbaiki diri, lebih peka terhadap situasi dirinya jika suatu kali berhadapan dengan sesuatu yang mengingatkan bahkan berhadapan lagi dengan masa lalunya. Berani mengambil sikap tegas pada dirinya dan tidak mudah terkontaminasi pada hal-hal buruk yang nantinya akan membuat dirinya kembali pada masalalu yang pahit.

Memang tak mudah menyikapi masalalu. Ada yang memilih berdamai namun tak sedikit yang harus bertarung dengan masa lalu. Semua sikap, tindakan, godaan, pikiran, seyogyanya harus menanamkan di dalam diri bahwa masa lalu merupakan bagian yang tak bisa dihindari. Jadikan masa lalu sebagai energi untuk terus mengoreksi kelemahan dan pikiran-pikiran yang tak terkendali. Satu hal yang bisa dijadikan patokan bahwa, “Masalalu ya masalalu. Setiap orang memiliki masa lalu. Dan jangan menjadikan masa lalu seseorang sebagai patokan menilai diri seseorang yang malah menutup kebaikan dan nilai plus yang ada dalam diri seseorang.dan kita, yang juga memiliki masa lalu, beranikan diri untuk mengatakan, “Itu masa lalu saya. dan saya belajar banyak pada masa lalu saya sehingga saya tak ingin kembali dan mengulang masalalu saya yang dapat merusak masa depan saya.”


Referensi ; dari sebuah blog. maaf di lupakan nama blognya.